ASPEK-ASPEK PEMBAHASAN SYARI’AT
ISLAM DI ACEH
Di
susun
KELOMPOK
EMPAT
Nama :M. Aziz al-ghifary
Mardiono
Pembimbing
Nurkhalis
Muchtar Lc
UNIVERSITAS ISLAM NEGARI AR-RANIRY
FAKULTAS
TARBIYAH
PENDIDIKAN KIMIA
DARUSSALAM-BANDA
ACEH
2014-2015
BAB I
A.
Pendahuluan
Dalam Islam, syariah (“cara” atau “jalan”) sering
diartikan sebagai seperangkat standar yang mengatur semua aspek kehidupan, dari
kepatuhan Agama, Perbankan, hingga tingkah laku sosial yang selayaknya, yang
pada intinya bersumber dari al-Quran, kitab utama agama Islam, dan adit, kumpulan peribahasa dan penjelasan
tentangsunah, atau teladan dan aturan normatif, dari Nabi Muhammad. Tetapi,
tidak ada penafsiran tunggal atas Syariah di antara umat Muslim diseluruh dunia
terdapat berbagai perbedaan dalam penafsiran para ahli Islam tentang teladan
kenabian yang mana yang asli dan keabsahanatau kelayakan menerapkan ayat-ayat
tertentu secara harafiah di eramodern ini. Pada awal tahun 1999, Pemerintah
Indonesia dan Aceh mengadopsi pendekatan penerapan syariah yang menekankan
padatanggung jawab negara untuk menjamin bahwa semua orang
memenuhikewajiban agamanya yang berasal dari Islam.
Reformasi membuka jalan bagi masyarakat Aceh
untuk kembali menuntut pemberlakuan syariat Islam, sesuai dengan
keistimewaan Aceh. Pemerintah Pusat merespon berbagai tuntutan itu
denganmengundangkan Undang-undang No. 44 tahun 1999 tentang penyelenggaraan keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh.
Pelaksanaan syariat islam memperoleh dasar hukum pasca reformasitahun 1998.
Tepatnya tahun 2001, melalui UU No. 44 tahun 1999tentang Penyelenggaraan
Keistimewaaan Provinsi Daerah IstimewaAceh tanggal 4 Oktober 1999 dan UU No. 18
tahun 2001 tentangOtonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh
sebagai Nanggroe Aceh Darussalam ditetapkan tanggal
9 Agustus 2001. SertaUU No. 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahaan Aceh
(selanjutnyadisingkat dengan UUPA) diundangkan pada tanggal 1 Agustus 2006.Hal
ini mengisyaratkan bahwa dalam konteks politik hukum, berkaitan dengan pembuatan dan pelaksanaan hukum ke arah
hukum yang baru pasca lahirnya undang-undang dimaksud, belum banyak dapatdihasilkan.[1]
B.
Aspek-Aspek Pembahasan Syari’at Islam di Aceh
Penerapan Syari’at Islam di Aceh sebenarnya sudah
mendapat sandaran hukum yang lebih memadai dibandingkan dengan wilayah yang
lain. Dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang pelaksanaan Keistimewaan
Provinsi Aceh.
Pada tahun 2000 pemerintah aceh melahirkan Empat Perda
yang mendukung pelaksanaan undang-undang tentang keistimewaan provinsi Aceh.
Yang Pertama Perda tentang organisasi
dan tata kerja Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU). Yang Kedua Perda tentang pelaksanaan Syariat Islam di Aceh.
Ketiga Perda tentang penyelenggarakan
Pendidikan. Dan yang ke Empat Perda
tentang penyelenggaraan kehidupan adat. [2]
Pada perda tentang pelaksanaan Syari’at Islam di Aceh
memuat 13 Aspek pelaksanaan Syari’at Islam, Aspek tersebut adalah sebagai
berikut :
1.
Aqidah
2. Ibadah
3. Muamalah
4. Akhlak
5. Pendidikan dan dakwah Islam
6. Baitul Mal
7. Kemasyarakatan
8. Syiar Islam
9. Pembelaan Islam
10. Qadha
11. Jinayat
12. Munakahat
13. Mawaris
2. Ibadah
3. Muamalah
4. Akhlak
5. Pendidikan dan dakwah Islam
6. Baitul Mal
7. Kemasyarakatan
8. Syiar Islam
9. Pembelaan Islam
10. Qadha
11. Jinayat
12. Munakahat
13. Mawaris
1.
Aqidah
Aqidah adalah ajaran tentang hal-hal yang dasar dalam
Islam yang mesti diketahui dan diyakini oleh setiap orang Islam, seperti
keyakinan bahwa Allah itu Maha Esa, Maha Adil, dan Maha Bijaksana. Allah
menurunkan al-Quran sebagai pedoman hidup untuk keselamatan dunia akhirat. Umat
islam yakin dan percaya bahwa hidup, gerak-gerak, dan prilaku seluruh umat
manusia di awasi memalui malaikat, dan Allah memberi pahala bagi umat yang mau
mematuhi segala yang di anjurkan-Nya.
Secara sederhana aqidah ini dirumuskan dengan
pengetauan dan kayakinan terhadap enam Rukun Iman, yakni Beriman kepada Allah,
beriman kepada kitab suci, beriman kepada Rasul-rasul, beriman kepada
malaikat-malaikat, beriman kepada hari kiamat dan beriman kepada gadar baik dan
buruk.
2.
Ibadah
Ibadah
secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan
menurut syara’ (terminologi) Ibadah adalah taat kepada Allah dengan
melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para Rasul-Nya. Dengan demikian, dalam Ibadah tidak
diperbolehkan adanya pembaruan atau bid’ah, yaitu proses yang membawa perubahan
(penambahan atau pengurangan) mengenai kaidah, susunan, dan tata cara beibadah
sesuai dengan perkembangan zaman. Setiap muslim tidak hanya dituntut untuk
beriman, tetapi juga dituntut untuk beramal sholeh. Karena Islam adalah agama
amal, bukan hanya keyakinan. Ia tidak hanya terpaku pada keimanan semata,
melainkan juga pada amal perbuatan yang nyata. Ibadah dalam Islam tidak hanya
bertujuan untuk mewujudkan hubungan antara manusia dengan Tuhannya, tetapi juga
untuk mewujudkan hubungan antar sesama manusia. Islam mendorong manusia untuk
beribadah kepada Allah SWT dalam semua aspek kehidupan dan aktifitas. Baik
sebagai pribadi maupun sebagai bagian dari masyarakat.Kebijakan Utama dalam
ibadah ini adalah mengupayakan agar umat Islam di Aceh dapat mempelajari,
memahami, dan menghayati Aqidah islamiyah dengan mudah, serta dapat
memamtapkannya dalam diri masing-masing sesuai dengan perkembangan usia, dengan
harapan mereka akan dapat memantulkan akhlakul karimah nya.
3.
Muamalah
Dalam
arti luas muamalah adalah aturan-aturan hukum Allah untuk mengatur manusia
dalam kaitannya dengan urusan duniawi dalam pergaulan social. Sedangkan dalam
arti sempit menurut para ulama Muamalah
adalah aturan-aturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam
usahanya untukmendapatkan alat keperluan jasmaniyah dengan cara yang paling
baik. [3]
4. Akhlak
Menurut
istilah akhlak adalah sifat yang tertanam di dalam diri yang dapat mengeluarkan
sesuatu dengan senang dan mudah tanpa pemikiran, penelitian, dan paksaan. Ibn
Miskawaih, ahli falsafah Islam yang terkenal mentakrifkan, akhlak itu sebagai
keadaan jiwa yang mendorong kearah untuk melahirkan perbuatan tanpa pemikiran
dan penelitian. Dengan kata lain, akhlak ialah suatu system yang menilai
perbuatan zahir dan batin manusia baik secara individu, kumpulan dan masyarakat
dalam interaksi hidup antara manusia dengan baik secara individu, kumpulan dan
masyarakat dalam interaksi hidup antara manusia dengan Allah, manusia sesama
manusia, manusia dengan haiwan, dengan malaikat, dengan jin dan juga dengan
alam sekitar.
5. Pendidikan
dan Dakwah Islam
Pendidikan
dalam Islam merupakan sebuah rangkaian proses pemberdayaan manusia menuju
taklif (kedewasaan), baik secara akal, mental maupun moral, untuk menjalankan
fungsi kemanusiaan yang diemban-sebagai seorang hamba dihadapan Khaliq-nya
dan sebagai ‘pemelihara’ (khalifah) pada semesta. Karenanya, fungsi
utama pendidikan adalah mempersiapakn peserta didik (generasi penerus) dengan
kemampuan dan keahlian (skill) yang diperlukan agar memiliki kemampuan dan
kesiapan untuk terjun ke tengah masyarakat (lingkungan). Penyelenggaraan
Pendidikan, seperti disebutkan dalam peraturan daerah no.5/2000 ( pasal 5),
merupakan salah satu unsur pemberlakuan syariat Islam di Aceh. Karena itu,
semangat umum peraturan daerah ini adalah penyelenggaraan pendidikan yang
selaras dengan syariat.[4] Sedangkan dakwah adalah ajakan dari seseorang (Da’i) kepada umat (Mad’u)
berbuat kebaikan sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah dan Rasulnya,
dan melarang mereka untuk melakukan perbuatan keji dan mungkar. Seorang da’I
dalam hal ini ditantang untuk berani menggerakkan masyarakat dari statis
menjadi dinamis. Melalui pendekatan-pendekatan yang humanis seperti yang telah
diajarkan oleh Rasulullah. Pendidikan dan dakwah Islamiyah terlahir dari
kandungan Al-Qur’an dan As-Sunnah, bukan dari keislaman era tertentu yang
memaksakan dirinya untuk berlaku pada era kita. Dalam menyampaikan
misinya, dakwah Islamiah menyeru kepada umatnya untuk membebaskan manusia
dari penyembahan kepada manusia, menjalin persaudaraan dan persamaan manusia,
dakwah untuk keadilan seluruh umat manusia serta duntuk kemaslahatan dunia.[5]
6. Baitul
mal
Baitul Mal adalah lembaga daerah non structural yang diberi
kmewenangan untuk mengelola dan mengembangkan zakat, wakaf, harta agama dengan
tujuan untuk kemaslahatan umat serta menjadi wali/wali pengawas terhadap anak
yati piatu dan/atau hartanya serta mengelola terhadap harta warisan yang tidak
ada wali berdasarkan syari’at Islam.
Baitul Mal adalah satu-satunya
lembaga resmi untuk mengumpulkan, mengelola dan mendistribusikan zakat, wakaf
dan harta agama lainnya dan lembaga amil zakat selain baitu mal harus
dihentikan pada tahun 2012 yang akan datang, sesuai dengan ketentuan peralihan
Qanun Aceh nomor 10 tahun 2007. Dengan demikian Baitul mal di Aceh adalah
satu-satunya lembaga yang legalformal untuk mengelola harta sebagimana telah
disebutkan di atas. Segala bentuk badan pengelola lainnya badan pengeloa
lainnya tidak berkompeten untuk menlakukannya.[6]
7. Kemasyarakatan
Masyarakat Islam adalah kelompok
manusia dimana hidup terjaring kebudayaan Islam, yang diamalkan oleh kelompok
itu sebagai kebudayaannya. Dalam artian kelompok itu bekerja sama dan hidup
bersama berasaskan prinsip Al Qur’an dan Hadist dalam kehidupan.
Masyarakat dalam pandangan Islam
merupakan alat atau sarana untuk melaksanakan ajaran-ajaran Islam yang
menyangkut kehidupan bersama. Karena itulah masyarakat harus menjadi dasar
kerangka kehidupan duniawi bagi kesatuan dan kerja sama umat menuju adanya
suatu pertumbuhan manusia yang mewujudkan persamaan dan keadilan.
Sebagai masyarakat yang berlandaskan agama Islam, sudah seharusnya mengamalkan
ajaran-ajaran Islam dalam kehidupan sehari-harinya. Begitu juga dengantingkah
laku sehari-hari harus mencerminkan erilaku seorang muslim, seperti tolong
menolong, berlomba-lomba dalam kebaikan dan lain-lain [7]
8. Syiar
Islam
Syiar merupakan tindakan atau upaya untuk menyampaikan dan
memperkenalkan berbagai hal dalam islam. Syair bisa lewat tauladan, tauziah,
dakwah, kesenian atau semacam gabungannya. Syair bisa di artikan juga t kabar
berita kepada orang-orang yang tadanya tidak tahu menjadi tahu. Dalam PERDA no.
5 Tahun 2000 tentang penyelenggaraan syiar Islam di Aceh yaitu pemerintah
daerah berkewajiban menyelenggarakan pelak saan syiar islam seperti peringatan
hari-hari besar islam dan mengatur segala sesuatu yang menyangkut dengan keagungan
syiar Islam
9. Pembelaan Islam
Pembelaan dalam Islam adalah gerakan mempertahan dan
memebela diri. Dengan memperluas Pembelaan dapatlah kita menghadapi hakikat
motivasi Islam mensyariatkan jihad dimuka bumi ini. Kita dapat menghadapi
tabiat Islam iu sendiri, yaitu sebagai pernyataan umum untuk melepaskan manusia
dari menyembah sesama manusia, dan menetapkan uluhiyyah dan rububiyyah terhadap
alam semesta ini hanya untuk Allah saja. Dan juga untuk meruntuhkan kekuasaan
hawa nafsu manusia di muka bumi dan menegakkan syariat islam terhadap manusia.
10. Qadha
Qadha memiliki beberapa pengertian yaitu: hukum,
ketetapan,pemerintah, kehendak, pemberitahuan, penciptaan. Menurut istilah
Islam, yang dimaksud dengan qadha adalah ketetapan Allah sejak zaman Azali
sesuai dengan iradah-Nya tentang segala sesuatu yang berkenan dengan makhluk.
Jadi Tujuan pelaksanaan syariat islam di Aceh ini adalah salah satunya untuk
memjalani hukum syariat, ketetapan
syariat.
11. Jinayat
jinayat adalah sebuah kajian ilmu hukum Islam yang berbicara tentang kriminalitas.
Dalam istilah yang lebih popular, hukum jinayah disebut juga dengan hukum
pidana Islam. Qanun Aceh Nomor 7 Tahun
2013 tentang penerapan Hukum Acara Jinayat (HAJ), yaitu sanksi hukum bagi para
pelaku pelanggaran syariat Islam di Aceh, diberlakukan bagi setiap orang yang
berada di provinsi ini. Aturan hukum ini dilaksanakan terhadap semua orang yang
berada di Aceh, tanpa memandang agama, daerah, maupun kewarganegaraan. Dari
sisi lain menyamakan penerapan syari`at Islam (Hukum Acara Jinayat) di propinsi
Aceh untuk non Muslim dengan penerapan yang pernah dilakukan pada masa
kekhalifahan Islam terdahulu merupakan sesuatu yang sangat rancu, dikarenakan
Aceh merupakan propinsi yang bernaung di bawah kesatuan republic Indonesia yang
memiliki Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang memiliki kekuatan hukum
yang lebih besar dibandingkan peraturan lainnya.[8]
12. Munakahat
Munakahat menurut istilah syariat Islam adalah akad yang menghalalkan
pergaulan antara laki – laki dan perempuan yang tidak ada hubungan Mahram
sehingga dengan akad tersebut terjadi hak dan kewjiban antara kedua insan.
Hubungan antara seorang laki – laki dan perempuan adalah merupakan tuntunan
yang telah diciptakan oleh Allah SWT dan untuk menghalalkan hubungan ini maka
disyariatkanlah akad nikah. Pergaulan antara laki – laki dn perempuan yang
diatur dengan pernikahan ini akan membawa keharmonisan, keberkahan dan
kesejahteraan baik bagi laki – laki maupun perempuan, bagi keturunan diantara
keduanya bahkan bagi masyarakat yang berada disekeliling kedua insan tersebut.[9]
13. Mawaris
Mawaris dari segi
bahasa adalah harta yang di wariskan, dari segi istilah yaitu ilmu tentang
pembagian harta peninggalan setelah seseorang meninggal dunia. Ilmu mawaris
disebut juga ilmu faroid yang artinya ketentuan. Dari segi istilah faroid
adalah ilmu tentang membagi harta peninggalan seseorang setelah meninggal
dunia. Dengan kata lain dapat di rumuskan ilmu faroid atau mawaris adalah ilmu
yang mempelajari tentang ketentuan-ketentuan pembagian harta pusakabagi ahli
waris menurut hukum islam.
Pengertian Hukum Waris Menurut
Islam adalah suatu disiplin ilmu yang membahas tentang harta
peninggalan, tentang bgaimana proses pemindahan, siapa saja yang berhak
menerima bagian harta warisan / peninggalan itu serta berapa masing-masing
bagian harta waris menurut hukum waris islam.
Tujuan ilmu mawaris
adalah membagi harta warisan sesuai dengan ketentuan Nash (Al-Qur’an dan
Sunnah) sesuai dengan keadilan sosial dan tugas serta tanggung jawab
masing-nasing ahli waris. Dalam konteks hukum keluarga dan waris. Pemerintah perlu
merancang untuk melahirkan keluarga yang berbahagia dan berkualitas. Hal ini
perlu didukung oleh kemapanan hubungan batin juga kemapanan dalam konteks
lahir, termasuk kemapanan ekonomi. Sehingga badan dan instansi yang terkait
dalam pengembangan ekonomi masyarakat, termasuk Dinas Tenaga Kerja perlu
menumbuhkan program-program yang melahirkan kemapanan bagi manusia Islam di
Aceh agar lebih mapan secara ekonomis, khususnya bagi keluarga yang relatif masih muda.
Kesemua Aspek Syariat islam
tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya ini, wajib ditaati,
diamalkan dan dikembangkan oleh setiap pribadi dan masyarakat muslim dalam
kehidupan diri pribadi, keluarga, masyarakat dan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
BAB II
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam Islam, syariah (“cara” atau “jalan”) sering
diartikan sebagai seperangkat standar yang mengatur semua aspek kehidupan, dari
kepatuhan Agama, Perbankan, hingga tingkah laku sosial yang selayaknya, yang
pada intinya bersumber dari al-Quran, kitab utama agama Islam, dan adit, kumpulan peribahasa dan penjelasan
tentangsunah, atau teladan dan aturan normatif, dari Nabi Muhammad.
Pada tahun 2000 pemerintah aceh melahirkan Empat Perda
yang mendukung pelaksanaan undang-undang tentang keistimewaan provinsi Aceh.
Yang Pertama Perda tentang organisasi
dan tata kerja Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU). Yang Kedua Perda tentang pelaksanaan Syariat Islam di Aceh.
Ketiga Perda tentang penyelenggarakan
Pendidikan. Dan yang ke Empat Perda
tentang penyelenggaraan kehidupan adat.
Syari’at Islam di Aceh memiliki 13 Aspek yang terdapat
pada Perda pelaksanaan Syariat Islam yaitu : .
Aqidah, Ibadah, Muamalah, Akhlak,
Pendidikan dan dakwah Islam, Baitul Mal, Kemasyarakatan, Syiar Islam, Pembelaan
Islam, Qadha, Jinayat, Munakahat, dan Mawaris.
Semua Aspek ini saat berhubnungan antara satu sama yang lain
nya. Meskipun salah satu yang di cakup dalam pelaksanaan syariat Islam di atas
adalah Jinahat, Tampaknya hal itu dibatasi pada norma primer dari pidana islam
saj, yaitu penentuan larangan yang tidak boleh dilanggar.
DAFTAR PUSTAKA
Basyir, Ahmad Azhar. Asas-Asas Hukum Muamalat (Hukum
Perdata Islam). UII Press
Yogyakarta.
Yogyakarta. 2009.
KH. Basyir Ahmad Azhar, MA, Asas-asas hukum
muamalat(hukum perdata islam),
Yogyakarta:
UII pres, 2000,2004.
Muhammad Azzam, Abdul Aziz. Fiqh Muamalat Sistem
Transaksi dalam Fiqh Islam.
AMZAH. 2010.
Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah. PT Raja Grafindo
Persada. Jakarta. 2002.
Rijal.
Syamsul. Dinamika Sosial Keagamaan dalam Pelaksanaan Syariat Islam,
(BandaAceh:
DinasSyariat
Islam, 2007)
[1] Marzuki
Abubakar, “Jurnal Hukum Islam Dan Pranata Sosial”Syariat Islam Di Aceh:
Sebuah Model kerukunan Dan Kebebasan Beragama. h.152.
[2] Human Right Watch, Menegakkan Moralitas, Pelanggaran Dalam Penegakan
Syariat Islam di Aaceh, Indonesia. h.17
[3]
Wawasan Islam: pokok-pokok pikiran tentang paradigma dan sistem Islam - Oleh Endang Saifuddin Anshari (Haji),Saifuddin Anshari
[5] Abd. Rauf , Abdul Qadir Sayid, Dirosah fid d
da’wah Islamiyah, Kairo; Dar El-Tiba’ah al-Mahmadiyah, 1987, cet
[7] Drs. Sidi
Gazalba, Masyarakat Islam Pengantar Sosiologi dan Sosiografi, (Jakarta: Bulan
Bintang 1976), hlm.126
[8]
Prof.Dr.Syaikh Mahmoud Syaltout, Tuntunan
Islam, (Jakarta: Bulan Bintang 1974),jilid V cetI hlm.162-163.

Comments
Post a Comment