1. Asbabul nuzul, Ilmu Rasm, dan Munasabah, jelaskan !
bagian-bagianny
Asbabul
nuzul
Asbābun Nuzūl adalah ilmu
Al-Qur'an yang membahas mengenai latar belakang atau sebab-sebab suatu
atau beberapa ayat al-Qur'an diturunkan. Pada umumnya, Asbabun Nuzul memudahkan para Mufassir untuk menemukan tafsir dan pemahaman suatu ayat dari balik kisah diturunkannya ayat itu. Selain itu, ada juga
yang memahami ilmu ini untuk menetapkan hukum dari hikmah dibalik kisah diturunkannya suatu ayat. Ibnu
Taimiyyah mengemukakan bahwa mengetahui Asbabun Nuzul suatu ayat dapat
membantu Mufassir memahami makna ayat. Pengetahuan tentang Asbabun Nuzul suatu
ayat dapat memberikan dasar yang kokoh untuk menyelami makna suatu ayat
Al-Qur’an.
Asbabun
nuzul dapat dibagi kepada ta’addud al-asbab wa al-nazil wahid ( sebab turunnya
lebih dari satu dan ini persoalan yang terkandung dalam ayat atau kelompok ayat
yang turun satu ) dan ta’addud al-nazil wa al-sabab wahid (ini persoalan yang
terkandung dalam ayat atau kelompok ayat yang turun lebih dari satu sedang
sebab turunnya satu ). sebab turun ayat disebut ta’addud karena wahid atau
tunggal bila riwayatnya hanya satu, sebaliknya apabila satu ayat atau
sekelompok ayat yang turun disebut ta’addud al-nazil.
Jika ditemukan dua
riwayat atau lebih tentang sebab turun ayat-ayat dan masing-masing menyebutkan
suatu sebab yang jelas dan berbeda dari yang disebutkan lawannya, maka riwayat
ini harus diteliti dan dianalisis, permasalahannya ada empat bentuk: Pertama,
salah satu dari keduanya shahih dan lainnya tidak. Kedua, keduanya shahih akan
tetapi salah satunya mempunyai penguat ( Murajjih ) dan lainnya tidak. Ketiga,
keduanya shahih dan keduanya sama-sama tidak mempunyai penguat ( Murajjih ).
Akan tetapi, keduanya dapat diambil sekaligus. Keempat, keduanya shahih, tidak
mempunyai penguat ( Murajjih ) dan tidak mungkin mengambil keduanya sekaligus.
Ilmu
Rasm
Ilmu Rasm adalah ilmu yang mempelajari tentang penulisan
Mushaf Al-Qur’an yang dilakukan dengan cara khusus, baik dalam penulisan
lafal-lafalnya maupun bentuk-bentuk huruf yang digunakan. Rasimul Qur’an
dikenal juga dengan sebutan Rasm Al-Utsmani, Khalifah Usman bin
Affan memerintahkan untuk membuat sebuah mushaf Al-Imam, dan membakar semua
mushaf selain mushaf Al-Imam ini karena pada zaman Usman bin Affan kekuasaaan
Islam telah tersebar meliputi daerah-daerah selain Arab yang memiliki
sosio-kultur berbeda. Hal ini menyebabkan percampuran kultur antar daerah.
Sehingga ditakutkan budaya arab murni termasuk di dalamnya lahjah dan cara
bacaan menjadi rusak atau bahkan hilang tergilas budaya dari daerah lainnya.
Implikasi yang paling ditakutkan adalah rusaknya budaya oral arab akan
menyebabkan banyak perbedaan dalam membaca Al-Qur’an.
Melihat dari
spesifikasi cara penulisan kalimat-kalimat arab rasm a-lqur’an dibagi menjadi
tiga macam:
1) Rasm
Qiyasi
2) Rasm
A’rudi
3) Rasm
Usman
Berikut penjelasan dari
masing-masing ungkapan diatas:
1. Rasm Qiasi / Imla'i
Rasmul Imla’i adalah
penulisan menurut kelaziman pengucapan
pertuturan. Ada pendapat yang mengatakan bahwa
Al-Qur’an dengan rasm
imla’I dapat dibenarkan, tetapi khusus bagi orang awam. Bagi
para ulama atau yang memahami rasm Utsmani tetap
wajib mempertahankan keaslian rasm Utsmani.
kesepakatan para penulis Al-Qur’an
dengan rasm Utsmani harus diindahkan dalam
pengertian menjadikannya sebagai rujukan yang keberadaannya tidak boleh hilang
dari masyarakat Islam. Sementara jumlah ummat Islam dewasa ini cukup besar yang
tidak menguasai rasm Utsmani.
Bahkan, tidak sedikit jumlah ummat Islam untuk mampu membaca aksara arab.
Mereka membutuhkan tulisan lain untuk membantu mereka agar dapat membaca
ayat-ayat Al-Qur’an, seperti tulisan latin. Namun demikian Rasm Utsmani harus dipelihara sebagai standar rujukan
ketika dibutuhkan.
2. Rasm ‘Arudi
Rasm ‘Arudi
ialah cara menuliskan kalimat-kalimat arab disesuaikan dengan wazan
sya’ir-sya’ir arab. Hal itu dilakukan untuk mengetahui “bahr” (nama macam sya’ir). Dari sya’ir tersebut.
3. Rasm Utsmani
Rasmul Utsmani adalah pola penulisan Al-Qur’an pada masa Utsman
dan disetujui oleh Utsman. Rasm utsmani menjadi salah satu
cabang ilmu pengetahuan yang bernama Ilmu Rasm Utsmani. Ilmu ini didefinisikan sebagai ilmu untuk
mengetahui segi-segi perbedaan antara Rasm utsmani dan untuk mengetahui segi
perbedaan antara rasm utsmani dan kaidah-kaidah rasm istilahi (rasm yang biasa
selalu memperhatikan kecocokan antara tulisan dan ucapan) sebagai berikut
contoh antara rasm utsmani dengan rasm istilahi.
Ø Munasabah
munasabah berarti hubungan
atau keterkaitan dan keserasian antara ayat-ayat Al-Qur’an. Ibnu Arabi, sebagaimana
dikutip oleh imam As-Sayuti, mendefiisikan munasabah itu kepada keterkaitan
ayat-ayat Al-Qur’an antara sebagiannya dengan sebagian yang lain, sehingga ia
terlihat sebagai suatu ungkapan yang rapid an sistematis. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa munasabah adalah suatu ilmu yang membahas tentang keterkaitan
atau keserasian ayat-ayat Al-Qur’an antar satu dengan yang lain.
Cara
Mengetahui Munasabah adalah Harus diperhatikan tujuan suatu pembahasan
suatu surat yang menjadi objek pencarian kemudian Memperhatikan uraian ayat-ayat yang sesuai
dengan tujuan yang dibahas dalam surat dan
Menentukan tingkatan uraian-uraian itu, apakah ada hubungannya atau
tidak dan Dalam mengambil kesimpulannya,
hendaknya memperhatikan ungkapan-ungkapan bahasannya dengan benar dan tidak
berlebihan.
Ditinjau dari sifatnya, munasabah terbagi menjadi dua bagian
yaitu : Zhahir Irtibath (penyesuaian yang nyata) danKhafy Irtibath (persesuaian yang tidak nyata).
Zhahir Irtibath : Munasabah yang terjadi karena bagian
al-Qur’an yang satu dengan yang lain nampak jelas dan kuat disebabkan kuatnya
kaitan kalimat yang satu dengan yang lain.
Khafy Irtibath : Munasabah yang terjadi karena antara
bagian-bagian al-Qur’an tidak ada kesesuaian, sehingga tidak tampak adanya
hubungan di antara keduanya,
2. Ilmu
Nasikh dan Mansukh
Ilmu Nasikh wa Mansukh hadits adalah ilmu
pengetahuan yang membahasa tentang hadits yang datang terkemudian sebagai
penghapus terhadap ketentuan hukum yang berlawanan dengan kandungan
hadits yang datang lebih dahulu disebut ilmu Nasikh wa’l-Mansukh.
Para muhadditsin memberikan ta’rif
ilmu itu secara lengkap ialah:
هوالعلم ااذ ي يبحث عن الاحاديث المتعارضة التلى لايمكن التو فيق بينها من حيث
الحكم على بعضها باء نه ناسخ, وعلى بعضهاالاخر بانه منسوخ, فما ثبت تقد مه كان
منسوخا وما تاخره كان ناسخا.
”Ilmu
yang membahas hadis-hadis yang tidak mungkin dapat dikompromikan dari segi
hukum yang terdapat pada sebagianya, karena ia sebagai nasikh (penghapus)
terhadap hukum yang terdapat pada sebagian yang lain, karena ia sebagai mansukh
(yang dihapus). Karena itu hadis yang mendahului adalah sebagai mansukh
dan hadis terakhir adalah sebagai nasikh.”
Ilmu ini sangat bermamfaat untuk pengamalan hadits bila
ada dua hadits maqbulyang tanaqud yang tidak dapat
dikompromokan atau dijama’. Bila dapat dikompromokan, hanya sampai pada
tingkat Mukhtalif
al-Hadits, kedua hadits maqbul tersebut
dapat diamalkan. Bila tidak bisa dijama’ (dikompromokan), hadits maqbul yang tanakud tersebut di-tarjih atau di-nasakh.
Bila diketahui mana diantara kedua hadits yang di-wurud-kan lebih dulu dan yang di-wurud-kan kemudian, wurud kemudian
(terakhir) itulah yang diamalkan, sedangkan yang lebih dulu tidak diamalkan.
Yang belakangan disebut nasikh, yang
duluan disebutmansukh. Kaidah
yang berkaitan dengan nasakh, antara
lain berupa cara mengetahuinasakh,yakni
penjelasan dari Rasulullah Saw. Sendiri, keterangan Sahabat dan dari tarikh
datangnya matan yang dimaksud.
Contoh ayat ilmu Nasikh dan Mansukh dalam hadits antara lain
:
. Pernyataan dari Rasulullah,
seperti sabda beliau,
نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُوْرِ أَلاَ فُزُوْرَهَا
“semula
aku melarangmu untuk berziarah ke kubur, tetapi (sekarang) berziarahlah “.
Melalui
pemberitahuan seorang sahabat, seperti hadits Jabir bin Abdullah r.a. ia
berkata :
كَانَ اخِرَ الامْرَيْنِ مِنْ رَسُوْلِ اللَّهِ ص.م. تَرْكَ الْوُضُوْءِ
مِمَّا مَسَّتِ النّأرُ
“dua
perintah terakhir Rasulullah SAW adalah tidak perlu berwudhu karena memakan
makanan yang tersentuh api”. (HR.Abu Dawud dan al Nasa’i )
Melalui
fakta sejarah, seperti hadits Syidad bin ‘Aus dan lainnya yang menjelaskan
bahwa Rasulullah SAW bersabda :
أَفْطَرَ
الْحَاجِمُ وَالْمَحْجُومُ
“orang yang melakukan bekam dan orang yang dibekam batal puasanya”
Dan hadits Ibnu Abbas r.a. ia
berkata :
عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ احْتَجَمَ وَهُوَ صَائِمٌ
“sesungguhnya
Rasulullah SAW berbekam, padahal beliau sedang berpuasa “.
Hikmah Mengetahui ilmu Ilmu Nasikh
wa Mansukh
1. Memelihara kepentingan
hamba.
2. Perkembangan tasyri’
menuju tingkat sempurna sesuai dengan perkembangan dakwah dan perkembangan kondisi umat manusia.
3. Cobaan dan ujian bagi
orang mukallaf untuk
mengikutinya atau tidak.
4. Menghendaki kebaikan
dan kemudahan bagi umat. Sebab jika hal itu beralih ke hal yang lebih berat
maka di dalamnya terdapat tambahan pahala, dan jika beralih ke hal yang lebih
ringan maka ia mengandung kemudahan dan keringanan.
Comments
Post a Comment